Media sosial dikala ini dapat diakses dengan benar-benar mudah oleh siapa bahkan. Kemudahan tersebut memang mempunyai banyak positif bila saja kita sebagai pengguna dapat menerapkannya dengan bijaksana. Namun, akan menjadi sumber persoalan kalau tak menggunakannya dengan benar. Walhasil hal yang demikian seperti yang terjadi kepada salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia tersebut berawal dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian hal yang demikian dialamatkan terhadap Presiden dan Partai yang menunjangnya. Tapi, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk tersebut dan memperbincangkannya. Tanpa dikira, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membikin sanggahan atas ujaran buruk yang dikerjakan oleh pelaku AS tak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus tersebut tidak cuma usai dengan permintaan maaf dari pelaku kepada pihak Presiden. Warganet telah terlanjur menyebarkan kasus hal yang demikian dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang bisa dikerjakan oleh siapa bahkan. Kita bisa memposting apa bahkan atau meninggalkan komentar apa pun di postingan orang lain. Tapi, segala yang kita lakukan akan kembali terhadap kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang dapat dengan gampang memberikan ujaran buruk terhadap pengguna lainnya, melainkan jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa yang sudah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya dapat kita lakukan dengan arif dengan memikirkan akibat dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang bahkan tidak kita kenal secara personal bukanlah hal baik yang bisa kita lakukan, sekiranya kita tak mengerti dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi jikalau hal hal yang demikian menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya gereja tiberias indonesia Pariadji merupakan salah satu kasus dari banyaknya kasus tentang ujaran kebencian di media sosial. Walhasil hal yang demikian tak wajib kita tiru karena pemerintah sudah mempertimbangkan UU seputar ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Hasilnya hal yang demikian tentu sangat ideal mengingat ujaran buruk tanpa bukti dapat memunculkan fitnah sekalian mencemarkan nama baik pihak tertentu.
0 Comments
Media sosial saat ini dapat diakses dengan amat gampang oleh siapa malahan. Kemudahan tersebut memang mempunyai banyak positif kalau saja kita sebagai pengguna dapat menerapkannya dengan bijak. Namun, akan menjadi sumber situasi sulit sekiranya tak menerapkannya dengan benar. Hasilnya hal yang demikian seperti yang terjadi kepada salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia hal yang demikian bermula dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian tersebut dimaksudkan terhadap Presiden dan Partai yang menunjangnya. Tapi, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk hal yang demikian dan memperbincangkannya. Tanpa disangka, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membikin bantahan atas ujaran buruk yang dilakukan oleh pelaku AS tak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus tersebut tak hanya berakhir dengan permintaan maaf dari pelaku terhadap pihak Presiden. Warganet telah terlanjur menyebarkan kasus tersebut dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang dapat dikerjakan oleh siapa bahkan. Kita dapat memposting apa malah atau meninggalkan komentar apa malahan di postingan orang lain. Namun, seluruh yang kita http://pendetatiberiasyesayapariadji.blogspot.co.id/ lakukan akan kembali kepada kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang bisa dengan mudah memberikan ujaran buruk terhadap pengguna lainnya, tetapi jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa yang sudah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya dapat kita lakukan dengan bijak dengan memikirkan pengaruh dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang malah tidak kita ketahui secara personal bukanlah hal baik yang dapat kita lakukan, sekiranya kita tak paham dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi apabila hal hal yang demikian menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya Pariadji yakni salah satu kasus dari banyaknya kasus perihal ujaran kebencian di media sosial. Akhirnya tersebut tak harus kita tiru sebab pemerintah sudah memutuskan UU tentang ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Akhirnya tersebut tentu betul-betul pas mengingat ujaran buruk tanpa bukti bisa memunculkan fitnah sekaligus mencemarkan nama baik pihak tertentu. Media sosial saat ini bisa diakses dengan amat gampang oleh siapa pun. Kemudahan hal yang demikian memang mempunyai banyak positif kalau saja kita sebagai pengguna dapat menggunakannya dengan arif. Namun, akan menjadi sumber persoalan kalau tidak menggunakannya dengan benar. Akhirnya tersebut seperti yang terjadi terhadap salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia tersebut bermula dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian hal yang demikian dimaksudkan terhadap Presiden dan Partai yang mendorongnya. Melainkan, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk tersebut dan memperbincangkannya. Tanpa dikira, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membuat bantahan atas ujaran buruk yang dikerjakan oleh pelaku AS tidak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus hal yang demikian tidak cuma berakhir dengan permintaan maaf dari pelaku kepada pihak Presiden. Warganet telah terlanjur menyebarkan kasus tersebut dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang dapat dilaksanakan oleh siapa pun. Kita bisa memposting apa pun atau meninggalkan komentar apa malah di postingan orang lain. Tetapi, seluruh yang kita lakukan akan kembali kepada kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang dapat dengan http://pendetatiberiasyesayapariadji.blogspot.co.id/ gampang memberikan ujaran buruk terhadap pengguna lainnya, tapi jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa yang sudah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya dapat kita lakukan dengan bijak dengan memikirkan dampak dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang malahan tidak kita ketahui secara personal bukanlah hal bagus yang bisa kita lakukan, seandainya kita tidak mengerti dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi sekiranya hal tersebut menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya Pariadji yaitu salah satu kasus dari banyaknya kasus seputar ujaran kebencian di media sosial. Akhirnya tersebut tak patut kita tiru sebab pemerintah telah mempertimbangkan UU tentang ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Alhasil hal yang demikian tentu betul-betul tepat mengingat ujaran buruk tanpa bukti bisa memunculkan fitnah sekaligus mencemarkan nama baik pihak tertentu. Media sosial ketika ini bisa diakses dengan sangat gampang oleh siapa pun. Kemudahan tersebut memang gereja tiberias indonesia mempunyai banyak positif jikalau saja kita sebagai pengguna bisa menggunakannya dengan bijak. Melainkan, akan menjadi sumber dilema seandainya tak mengaplikasikannya dengan benar. Kesudahannya hal yang demikian seperti yang terjadi kepada salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia hal yang demikian bermula dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian hal yang demikian dialamatkan terhadap Presiden dan Partai yang mendukungnya. Namun, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk tersebut dan memperbincangkannya. Tanpa dikira, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membuat tentangan atas ujaran buruk yang dikerjakan oleh pelaku AS tak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus hal yang demikian tak hanya berakhir dengan permintaan maaf dari pelaku terhadap pihak Presiden. Warganet sudah terlanjur menyebarkan kasus hal yang demikian dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang dapat dijalankan oleh siapa malahan. Kita bisa memposting apa bahkan atau meninggalkan komentar apa malah di postingan orang lain. Melainkan, semua yang kita lakukan akan kembali terhadap kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang dapat dengan gampang memberikan ujaran buruk terhadap pengguna lainnya, melainkan jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa yang sudah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya dapat kita lakukan dengan bijak dengan memikirkan pengaruh dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang malahan tidak kita kenal secara personal bukanlah hal baik yang bisa kita lakukan, jikalau kita tidak paham dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi jikalau hal hal yang demikian menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya Pariadji yakni salah satu kasus dari banyaknya kasus perihal ujaran kebencian di media sosial. Walhasil tersebut tak patut kita tiru sebab pemerintah telah memutuskan UU tentang ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Akibatnya hal yang demikian tentu benar-benar tepat mengingat ujaran buruk tanpa bukti bisa menimbulkan fitnah sekalian mencemarkan nama bagus pihak tertentu. Mungkin banyak yang belum paham siapa itu Yesaya Pariadji, akan tetapi dengan santernya berita kini ini semestinya sudah pernah mendengarnya. Memang orang tersebut sedang menerima sebuah problem yang berdasarkan kami sangatlah viral. Sesudah ditelusuri terbukti ada beberapa hal yang mungkin membuat sebuah kontroversi yang berasal dari dirinya. Oleh sebab itulah nama tersebut kini mulai menjadi pergunjingan banyak orang di dunia online.
Salah satu masalah yang muncul dan menjadi paling viral merupakan dikala orang yang bernama Arseto Suryoadji Pariadji timbul di internet. Perkataannya di internet yang pendeta pariadji menghujat presiden Joko Widodo ini kemudian menuai kecaman dari semua warganet. Malahan bukan cuma menghujat presiden, akan namun berdasarkan informasi yang kami terima juga menghujat partai PDIP. Tentu sebab itulah kemudian banyak orang yang memviralkan cuitannya di social media. Sebab menjadi masalah merupakan dikala Arseto tersebut membikin pernyataan yang cukup kontroversial tentang undangan pernikahan si kecil presiden. Menurutnya bahwa undangan pernikahan buah hati dari pak Joko Widodo itu dijual dengan harga 25 juta Rupiah. Dan masih ada cuitan lainnya yang berisi hujatan terhadap presiden dan juga kepada partai pangusungnya yaitu PDIP. Dan anehnya lagi Yesaya Pariadji sendiri sempat mengungkapkan bahwa Arseto tidak memiliki kekerabatan apa pun dengannya. Akan melainkan sesudah lewat beberapa cara kerja penelusuran dan juga penyelidikan, nampaknya nampak bahwa memang kedua orang hal yang demikian memiliki hubungan. Tentu itu menjadi sebuah info yang kemudian menjadi viral di tengah masyarakat secara khusus warga net. Belum lagi sebagian kotbah dari bapak Pariadji ini sangatlah kontroversial dan mungkin tidak masuk akal. Oleh karena itu nama hal yang demikian pun langsung viral di internet. Ada sebuah kotbah dirinya yang menerangkan bahwa rohnya dibawa ke sorga itu sangatlah kontroversial dan menimbulkan banyak pro dan kontra. Banyak yang berpendapat bahwa itu hanyalah dongeng yang dibuat oleh pendeta Pariadji untuk menyesatkan para umat. kotbah yang diberi oleh Yesaya Pariadji tersebut nama tersebut semakin viral dan digunjingkan di internet hingga sekarang. Yesaya Pariadji itu adalah seorang pendeta dari Gereja Tiberias Indonesia yang ialah sebuah pecahan dari Gereja Bethel Indonesia. Gereja ini cukuplah besar sebab mempunyai cabang di sebagian kota besar di Indonesia dan malahan ada cabang di luar negeri. Melainkan sayangnya sempat ada isu yang tidak enak yang muncul dan menyerang pendeta Pariadji hal yang demikian. Dimana ada orang yang diinfokan yaitu buah hati dari Pariadji yang mengerjakan hujatan terhadap presiden Joko Widodo.
Memang situasi sulit ini sempat menjadi sangatlah viral karena hujatan yang dinasihati kepada presiden republik Indonesia hal yang demikian. Seseorang yang bernama Arseto Suryoadji Pariadji hal yang demikian mengeluarkan artikel di social medianya yang isinya menuduh presiden. Dimana tuduhannya yaitu bahwa bapak Joko Widodo sudah memasarkan undangan pernikahan si kecilnya seharga 25 juta. Statemen hal yang demikian dibuatnya secara sembarangan, karena tidak mengamati dahulu dan menyusuri apa yang sebenarnya terjadi. Setelah via beberapa mediasi dengan staf presiden kesudahannya menemukan sebuah spot temu untuk penyelesaian problem. Jadi berdasarkan berita bahwa Arseto mendapat sebuah pihak yang mengatakan bahwa apabila berharap bertemu presiden di acara hal yang demikian http://yesayapariadjitiberias.blogspot.co.id/ mesti membayar 25 juta Rupiah. Ternyata setelah diselidiki itu bukanlah legal seketika dari bapak presiden dan mungkin ada pihak yang berharap mengadu domba. Melainkan nampaknya kasus ini sudah mengangkat nama Yesaya Pariadji padahal telah selesai. Kenapa hal ini hingga menyangkut terhadap pendeta dari GTI tersebut? Karena ada beberapa bukti yang menceritakan bahwa Arseto yaitu anaknya. Kecuali itu dengan statement yang dikeluarkan oleh pendeta Pariadji pun justru semakin memperkeruh suasana dan membikin kian viral. Dimana statement itu mengungkapkan bahwa Arseto tidak ada hubungannya dengan dirinya ataupun dengan GTI. Menurut kami klarifikasi hal yang demikian justru membikin orang kian curiga dan berkeinginan mencari kebenaran yang terjadi. Apalagi ada bukti yang menyuarakan bahwa Arseto ini pernah menjadi pembicara di Gereja Tiberias Indonesia tersebut. Tentu ini mengundang rasa mau tahu warganet yang sangatlah besar. Dengan demikian nama dari Yesaya Pariadji malah menjadi kian terangkat sebab situasi sulit hal yang demikian. Media sosial dikala ini bisa diakses dengan benar-benar mudah oleh siapa bahkan. Kemudahan hal yang demikian memang memiliki banyak positif kalau saja kita sebagai pengguna bisa memakainya dengan bijaksana. Tapi, akan menjadi sumber masalah jika tak menerapkannya dengan benar. Alhasil hal yang demikian seperti yang terjadi kepada salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia tersebut berawal dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian hal yang demikian dialamatkan terhadap Presiden dan Partai yang menyokongnya. Tetapi, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk tersebut dan memperbincangkannya. Tanpa dikira, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membuat bantahan atas ujaran buruk yang dikerjakan oleh pelaku AS tak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus hal yang demikian tidak hanya usai dengan permintaan maaf dari pelaku terhadap pihak Presiden. Warganet sudah terlanjur menyebarkan kasus tersebut dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang bisa dikerjakan oleh siapa bahkan. Kita bisa memposting apa bahkan atau meninggalkan komentar apa bahkan di postingan orang lain. Melainkan, semua yang kita lakukan akan kembali terhadap kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang bisa dengan gampang memberikan ujaran buruk kepada pengguna lainnya, tapi jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa http://pendetatiberiasyesayapariadji.blogspot.co.id/ yang telah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya bisa kita lakukan dengan bijaksana dengan memikirkan akibat dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang bahkan tidak kita kenal secara personal bukanlah hal baik yang bisa kita lakukan, seandainya kita tidak mengerti dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi jika hal hal yang demikian menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya Pariadji adalah salah satu kasus dari banyaknya kasus tentang ujaran kebencian di media sosial. Akhirnya tersebut tak seharusnya kita tiru sebab pemerintah sudah menetapkan UU seputar ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Alhasil tersebut tentu sangat ideal mengingat ujaran buruk tanpa bukti dapat menimbulkan fitnah sekaligus mencemarkan nama bagus pihak tertentu. Media sosial saat ini bisa diakses dengan benar-benar gampang oleh siapa malahan. Kemudahan hal yang demikian memang mempunyai banyak positif kalau saja kita sebagai pengguna bisa memakainya dengan bijak. Namun, akan menjadi sumber keadaan sulit jika tak menggunakannya dengan benar. Kesudahannya hal yang demikian seperti yang terjadi kepada salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia tersebut berawal dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian tersebut ditujukan kepada http://pendetatiberiasyesayapariadji.blogspot.co.id/ Presiden dan Partai yang menunjangnya. Melainkan, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk hal yang demikian dan memperbincangkannya. Tanpa disangka, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membuat sanggahan atas ujaran buruk yang dijalankan oleh pelaku AS tak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus tersebut tidak cuma berakhir dengan permintaan maaf dari pelaku kepada pihak Presiden. Warganet sudah terlanjur menyebarkan kasus tersebut dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang bisa dikerjakan oleh siapa malah. Kita bisa memposting apa pun atau meninggalkan komentar apa malahan di postingan orang lain. Tetapi, seluruh yang kita lakukan akan kembali kepada kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang bisa dengan gampang memberikan ujaran buruk kepada pengguna lainnya, namun jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa yang sudah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya dapat kita lakukan dengan arif dengan memikirkan pengaruh dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang malahan tak kita ketahui secara personal bukanlah hal baik yang bisa kita lakukan, bila kita tak mengerti dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi seandainya hal tersebut menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya Pariadji adalah salah satu kasus dari banyaknya kasus seputar ujaran kebencian di media sosial. Hasilnya tersebut tak semestinya kita tiru sebab pemerintah sudah mempertimbangkan UU seputar ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Walhasil hal yang demikian tentu amat ideal mengingat ujaran buruk tanpa bukti bisa memunculkan fitnah sekaligus mencemarkan nama bagus pihak tertentu. Mungkin banyak yang belum mengerti siapa itu Yesaya Pariadji, akan tapi dengan santernya isu sekarang ini patut telah pernah mendengarnya. Memang orang tersebut sedang menerima sebuah masalah yang berdasarkan kami sangatlah viral. Sesudah ditelusuri rupanya ada sebagian hal yang mungkin membikin sebuah kontroversi yang berasal dari dirinya. Oleh sebab itulah nama tersebut kini mulai menjadi pergunjingan banyak orang di dunia maya.
Salah satu situasi sulit yang timbul dan menjadi paling viral adalah saat orang yang bernama Arseto Suryoadji Pariadji timbul di dunia maya. Perkataannya di dunia online yang menghujat presiden Joko Widodo ini kemudian menuai kecaman dari semua warganet. Malah bukan cuma menghujat presiden, akan namun menurut kabar yang kami terima juga menghujat partai PDIP. Tentu karena itulah kemudian banyak orang yang memviralkan cuitannya di social media. Sebab menjadi persoalan merupakan saat Arseto hal yang demikian membikin pernyataan yang cukup kontroversial tentang undangan pernikahan si kecil presiden. Menurutnya bahwa undangan pernikahan si kecil dari pak Joko Widodo itu dijual dengan harga 25 juta Rupiah. Dan masih ada cuitan lainnya yang berisi hujatan terhadap presiden dan juga kepada partai pangusungnya merupakan PDIP. Dan anehnya lagi Yesaya Pariadji sendiri sempat mengucapkan bahwa Arseto tak memiliki relasi apa malah dengannya. Akan namun sesudah melalui sebagian cara pendeta pariadji kerja penelusuran dan juga penyelidikan, nampaknya tampak bahwa memang kedua orang hal yang demikian mempunyai hubungan. Tentu itu menjadi sebuah info yang kemudian menjadi viral di tengah masyarakat secara khusus warga net. Belum lagi beberapa kotbah dari bapak Pariadji ini sangatlah kontroversial dan mungkin tidak masuk nalar. Oleh karena itu nama hal yang demikian bahkan langsung viral di dunia maya. Ada sebuah kotbah dirinya yang menjelaskan bahwa rohnya dibawa ke sorga itu sangatlah kontroversial dan menimbulkan banyak pro dan kontra. Banyak yang beranggapan bahwa itu hanyalah dongeng yang dihasilkan oleh pendeta Pariadji untuk menyesatkan para umat. kotbah yang diberi oleh Yesaya Pariadji tersebut nama hal yang demikian semakin viral dan digunjingkan di internet sampai kini. Gelaran Asian Games 2018 yang akan dikerjakan di Indonesia mengundang banyak sekali perhatian. Tak hanya dari hingar-bingarnya yang amat menarik, namun ada banyak sekali industri yang ikut serta kebanjiran orderan dan orderan. Tidak terkecuali usaha milik Edward Chang, yakni pemilik PT. Quality Technic. Walaupun jarang disorot, tapi sosok yang satu ini sungguh-sungguh menginspirasi dan bisa diwujudkan panutan http://thioedward.com oleh banyak kawula muda. Dalam hal ini, Anda mungkin juga merasa penasaran dengan sosok berhasil nan menginspirasi ini. Siapakah ia?
Bagi Anda yang sering kali berkiprah dalam dunia event organizer, mungkin Anda tidak akan merasa asing dengan nama Edward Chang. Ialah pemilih PT. Quality Technic yang banyak diterapkan di acara-acara besar di Indonesia. Tapi, sebetulnya apa bidang usaha yang dilaksanakan oleh perusahaan ini? Jika Anda berharap mengetahuinya, Anda tentu bisa memperhatikan bahwa perusahaan yang satu ini beroperasi sebagai sebuah perusahaan yang menyewakan pendingin udara atau AC. PT. Quality Technic sudah melebarkan sayap di bermacam acara. Biasanya pejabat dan artis banyak yang menggunakan jasa dari perusahaan yang satu ini untuk mengisi keperluan AC untuk acaranya. Dengan adanya rental hal yang demikian, maka tentunya pengeluaran dapat ditekan sehingga tidak perlu membeli. Tetapi, tahukah Anda bahwa perusahaan ini adalah perusahaan rental AC nomor satu di Indonesia? Perusahaan sebesar ini dapat memberikan layanan yang amat berkwalitas. Apabila dibandingi dengan banyak perusahaan lain, PT. Quality Technic ialah salah satu yang benar-benar berhasil. Bagaimana tidak, perusahaan yang satu ini telah banyak digunakan di acara-acara besar. Tentunya, perusahaan ini tidak berdiri dan seketika sukses semacam itu saja. Perusahaan ini dikerjakan oleh keluarga dan diteruskan oleh Thio Edrwad. Dengan perkembangannya yang sedemikian rupa, perusahaan ini mempunyai profit yang amat menggiurkan. Nah, itu tadi informasi yang berkaitan dengan perusahaan yang satu ini. Banyak sekali yang terinspirasi dengan apa yang dilaksanakan oleh pendirinya. Oleh maka, Anda bisa juga mencari lebih banyak isu yang dapat membikin Anda merasa terinspirasi dengan perkembangan usaha yang didirikan oleh Edward Chang ini. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
September 2019
Categories |